Rabu, 28 September 2016

Iklan dan Kekerasan Simbol

KAPITA SELEKTA
KAMIS,  22 September 2016 
TUGAS 4 - KELAS C 
CRISTINA MARGARETTA (9125120128) 
YOVINA SUSANTI SUHANDRI (915120035)


Dimana pun kita berada pasti ada iklan yang terdapat dimana saja, seperti dijalanan, mall, kantor, bahkan di lift sekalipun terkadang mereka memasang iklan. Saat kita membuka website tertentu saja kita masih dapat melihat iklan bermunculan.
Dalam pengertian umum, iklan adalah sarana bagi upaya menawarkan barang atau jasa kepada khalayak ramai. Iklan adalah berita pesanan untuk mendorong dan membujuk orang agar tertarik pada barang atau jasa yang ditawarkan.
Pengertian iklan adalah hal yang wajar untuk kita ketahui, karena seiring berkembangnya jaman semakin maju kita banyak sekali melihat berbagai macam ragam bentuk dan model iklan, sehingga jangan sampai kita hanya melihat saja tanpa mengetahui pengertian dari iklan itu sendiri.

Pengertian iklan juga perlu kita pahami agar kita bisa lebih professional dalam setiap kita melakukan psang iklan. Dengan mengetahui pengertian iklan maka kita akan bisa menempatkan iklan pada tempatnya.
Mungkin anda sudah sering mendengar kata iklan bahkan mungkin sudah bosan sekali berhubungan dengan yang namanya iklan. Tapi itulah kenyataan yang harus kita hadapi dalam perkembangan dunia bisnis dan system pemasaran produk barang atau jasa, karena tanpa bantuan iklan akan kesulitan sekali dalam melakukan proses manajemen pemasaran demi kelangsungan pemenuhan kebutuhan dan kepuasan masyarakat. Pengertian iklan sebenarnya bukan hal yang sulit di pahami dan kita semua bisa mendefinisikan iklan sesuai keadaan iklan yag kita jumpai berdasarkan pengertian yang kita anggap itu cocok.

Ada banyak sekali pengertian iklan baik di kemukakan oleh orang biasa maupun para ahli, diantaranya pengertian iklan :

Pengertian iklan adalah “ kegiatan memberitahukan atau menginformasikan suatu hal, barang, atau jasa melalui media massa baik online maupun ofline. Media yang digunakan, antara lain televisi, radio, koran, majalah, internet,hp,poster, pamflet, brosur, spanduk dan sebagainya”.

Pengertian iklan juga sering di katakan sebagai sarana untuk menawarkan barang atau jasa kepada khalayak ramai.

Sedangkan pengertian iklan menurut para Ahli :

Pengertian Iklan Menurut Courtland L. Bovee : ” Iklan adalah komunikasi nonpersonal informasi biasanya dibayar dan biasanya persuasif di alam tentang produk, jasa atau ide oleh sponsor diidentifikasi melalui berbagai media.” (Bovee, 1992, hal 7.).

Pengertian Iklan Menurut : Kotler (2002:658), periklanan didefinisikan sebagai bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.

Pengertian Iklan Menurut Rhenald Kasali (1992:21), secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan oleh suatu masyarakat lewat suatu media.
Pengertian Iklan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : “berita atau pesan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan.”
Pembagian secara umum, teoritik menurut Bittner ada dua jenis Iklan, yaitu:
·         Iklan Standar, yaitu iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan memperkenalkan barang, jasa, pelayanan untuk konsumen melalui media periklanan
·         Iklan Layanan Masyarakat, yaitu iklan yang bersifat non profit dan berupaya memperoleh keuntungan sosial dalam masyarakat

Sementara itu menurut Frank Jefkins secara garis besar iklan dapat digolongkan menjadi tujuh kategori pokok, antara lain:
·         Iklan Konsumen
Iklan yang mempromosilan produk-produk konsumsi yang umum dibeli oleh masyarakat
·         Iklan Antarbisnis
Iklan yang mempromosikan barang-barang dan jasa non konsumen. Artinya baik pemasang maupun sasaran iklan sama-sama perusahaan
·         Iklan Perdagangan
Iklan yang secara khusus ditujukan kepada kalangan distributor, pedagang besar, agen, dll
·         Iklan Eceran
Iklan-iklan yang dibuat dan disebarluaskan oleh pihak pemasok/perusahaan dan dilancarkan oleh pihak pengecer
·         Iklan Keuangan
Meliputi iklan-iklan untuk bank, jasa tabungan, asuransi, dan investasi. Sebagai pelengkap terkadang disertakan juga laporan keuangan perusahaan
·         Iklan Langsung
Iklan yang menggunakan medium pos (direct mail)
·         Iklan Lowongan Kerja
Iklan yang bertujuan merekrut calon pegawai atau pekerja

Berdasarkan Wujud Produk yang Diiklankan, dapat dibedakan dalam tiga jenis, antara lain :
1.     Iklan Barang yaitu iklan dimana produk yang ditawarkan berupa barang nyata/berwujud.
2.    Iklan Jasa, iklan dimana pesan yang disampaikan berisi informasi dan tawaran tentang layanan jasa tertentu.
Iklan Barang-jasa, iklan yang menawarkan produk barang maupun jasa sekaligus.


PERGESERAN FUNGSI IKLAN
·         Iklan tidak hanya sekedar bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli suatu produk. Akan tetapi lebih dari itu, iklan turut berpengaruh dalam membentuk system nilai, gaya hidup maupun selera budaya tertentu.

·         Iklan tidak hanya memvisualisasikan kualitas dan atribut dari produk yang harus dijualnya, tetapi mencoba membuat berguna sesuatu dan ciri produk tersebut mempunyai arti sesuatu bagi kita.

Memahami iklan dengan konsep kekerasan simbolik Bourdieu :

·         Bagi Bourdieu, seluruh tingkatan pedagogis (tindakan) baik itu yang diselenggarakan di rumah, sekolah, modia atau dimanapun memiliki muatan kekerasan simbolik selama pelaku memiliki kuasa dalam menentukan system nilai atas pelaku lainnya, sebuah kekasaan yang berakar pada relasi kuasa antara kelas-kelas dan atau kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
Contoh: tanpa sadar kita menerima apa yang dikatakan oleh orang tua, guru, teman dan bahkan media (iklan).

·         Diasumsikan bahwa media dan iklan merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan tindakan pedagogis dari kelas/kelompok sosial tertentu.

·         Arena iklan tidak hanya menjadi ajang konsentrasi image simbolik produk yang ingin dipasarkan namun juga image simbolik realitas sosial secara luas.


·         Iklan menjadi sebuah mesin kekerasan simbolik yang bisa menciptakan system kategorisasi, klasifikasi, dan definisi sosial tertentu sesuai kepentingan kelas/kelompok dominan.

·         Image-image simbolik yang diproduksi iklan seperti misalnya kebohongan, keharmonisan, kecantikan, kejantanan, gaya hidup modern pada dasarnya merupakan system nilai yang dimiliki kelas satu atau kelompok dominan yang diedukasi dan ditanamkan pada suatu kelompok masyarakat tertentu.


·         Proses penanaman nilai melalui iklan dapat membentuk habitus tentang system nilai tersebut. Sehingga iklan tidak hanya menciptakan subjek yang dapat meregulasi diri terkait konsumsi produk namun juga subjek yang dapat merugalasi diri terkait klasifikasi dunia social, disini kemudian terjadilah kekerasan simbolik.

·         Image-image yang diproduksi iklan adalah tindakan pedagogis yang dapat memaksakan secara halus nilai-nilai, standar-standar dan selera kebudayaan kepada masyarakat atau sekurang-kurangnya memantapkan preferensi kebudayaan mereka sebagai standar dari apa yang dianggap tertinggi, terbaik dan paling abash. Dominasi kelas terjadi tatkala pengetahuan, gaya hidup selera, penilain, estetika dan tata cara social dari kelas yang dominan menjadi abash dan dominan secara social.



Contoh Iklan

Iklan WRP merupkan iklan yang memiliki tujuan untuk mengubah persepsi masyarakat tentang tidak semua susu dapat menabah berat bedan. Tetapi ada juga susu yang membuat badan kita lebih langsing atau dapat membuat berat badan kita menjadi ideal. Iklan tersebut membuat masyarakat mengubah cara pandang persepsi tersebut agar wanita dapat dengan mudah mendapatkan badan ideal nya dengan susu tersebut.




Rabu, 21 September 2016

ERA MEDIA LAMA VS MEDIA BARU

KAPITA SELEKTA
KAMIS,  8 September 2016 
TUGAS 3 - KELAS C 
CRISTINA MARGARETTA (9125120128) 
YOVINA SUSANTI SUHANDRI (915120035)



Sejarah Perkembangan Media


Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan perhatian pada alat Bantu visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau audio visual aids (AVA) .
Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience).
Kerucut pengalaman ini dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati, dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa .
Edgar Dale memandang bahwa nilai media pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman. Menurutnya, pengalaman itu mempunyai dua belas (12) tingkatan. Tingkatan yang paling tinggi adalah pengalaman yang paling konkret. Sedangkan yang paling rendah adalah yang paling abstrak, diantaranya :
·         Direct Purposeful Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung dengan lingkungan, obyek, binatang, manusia, dan sebagainya, dengan cara perbuatan langsung
·         Contrived Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak melalui model, benda tiruan, atau simulasi.
·         Dramatized Experiences : Pengalaman yang diperoleh melalui prmainan, sandiwara boneka, permainan peran, drama soial
·         Demonstration : Pengalaman yang idperoleh dari pertunjukan
·         Study Trips : Pengalaman yang diperoleh melalui karya wisata
·         Exhibition : Pengalaman yang diperoleh melalui pameran
·         Educational Television : Pengalaman yang diperoleh melalui televisi pendidikan
·         Motion Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar, film hidup, bioskop
·         Still Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar mati, slide, fotografi
·         Radio and Recording : Pengalaman yang diperoleh melalui siaran radio atau rekaman suara
·         Visual Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui simbol yang dapat dilihat seperti grafik, bagan, diagram
·         Verbal Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui penuturan kata-kata.

Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar.
Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-laku (behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa. Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
Pada tahun 1965-1970 , pendekatan system (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Ada dua ciri pendekatan sistem pengajraan, yaitu sebagai berikut :
·         Pendekatan sistem pengajaran mengarah ke proses belajar mengajar. Proses belajar-mengajat adalah suatu penataan yang memungkinkan guru dan siswa berinteraksi satu sama lain.
·         Penggunaan metode khusus untk mendesain sistem pengajaran yang terdiri atas prosedur sistemik perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses belajar-mengajar
Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada dasarnya pendidik dan ahli visual menyambut baik perubahan ini. Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai dipakai berbagai format media. Dari pengalaman mereka, guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu berbeda-beda, sebagian ada yang lebih cepat belajar melalui media visual, sebagian audio, media cetak, dan sebagainya. Sehingga dari sinilah lahir konsep media pembelajaran.



Pengertian Media Massa adalah berasal dari istilah bahasa inggris. Media massa merupakan Singkatan dari mass media of communication atau media of mass communication. Media massa adalah “komunikasi dengan menggunakan sarana atau  peralatan yang dapat menjangkau massa sebanyak-banyaknya dan area yang seluas- luasnya”. “Komunikasi massa tak akan lepas dari massa, karena dalam komunikasi massa, penyampaian pesannya adalah melalui media”(McQuail 2005:3) menyatakan bahwa media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. 

Bukan hanya itu, media juga dapat menjadi sumber dominan yang dikonsumsi oleh masyarakat untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial baik secara individu maupun kolektif, dimana media menyajikan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. 

Karakteristik media massa memiliki beberapa karakteristik sebagaimana diungkapkan oleh Cangara sebagai berikut (Cangara, 2003:134):
1.      Bersifat melembaga: pihak yang mengelola media terdiri atas banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan, sampai pada penyajian informasi.
2.      Bersifat satu arah: komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dengan penerima. Kalau misalnya terjadi reaksi atau umpan balik maka biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
3.      Meluas dan serempak: dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak karena memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, di mana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.
4.      Memakai peralatan teknis atau mekanis: seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya.
5.      Bersifat terbuka: pesan dapat diterima oleh siapa saja dan di mana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, agama, dan suku bangsa. Beberapa bentuk media massa meliputi alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film,radio, dan televisi.



Media massa terdiri dari media cetak (surat kabar, majalah, dan lain-lain) dan media non cetak atau elektronik (radio, TV, internet, film). Media elektronik (film, radio, dan televisi ) sendiri memiliki sejarah yang sangat berbeda dari media cetak. Sebagai produk revolusi industri dan teknologi, media elektronik muncul ketika alam demokrasi di AS sudah berkembang secara penuh an urbanisasisudah berlangsung lama, lengkap dengan berbagai persoalan yang dibawanya. Karena  itu media elektronik sejak awal sudah bersifat demokratis, dan sejak awal juga khalayaknya adalah masyarakat luas secara keseluruhan, bukan kalangan tertentu saja.
 Dahulu tidak seperti media cetak, media elektronik menuntut khalayaknya memberikan  perhatian  secara  penuh  karena  apa  yang  disiarkannya  tidak akann diulang. Kita bisa membaca tentang plato sekarang, lalu meneruskannya sepuluh tahun kemudian. Kita tidak apat menikmati siaran radio dan televisi seperti itu, namun teknologi audio dan vidio kemudian mengubahnya, karena kita bia merekam secara tertentu untuk kita nikmati pada saat kapan saja diluar pada saat acara itu disiarkan.

Teknologi sifat dasar elektronik, dan kebutuhan akan dukungan yang besar mengharuskan film, radio dan televisi memiliki khalayak luas atau massal. Program acara radio atau film pendekpun memerlukan biaya yang besar dan menuntut bermacam keahlian mulai dari penulis naskah,produser, sutradara, pemain, insinyur dan teknisi yang menangani berbagai peralatan. Untuk menutup semua biaya itu diperlukan khalayak yang besar (Rivers dkk, 2003:59).

Fungsi dari media massa adalah (Mc.Quail. 1994:70):
1.      Informasi
Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan  dunia Menunjukkan, hubungan kekuasaan, Memudahkan inovasi adaptasi dan kemajuan.
2.      Korelasi
Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi, menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan, melakukan sosialisasi, mengkoordinasikan ngbeberapa kegiatan, membentuk kesepakatan, menentukan urutan prioritas dan memberikan status relaif. 
3.      Kesinambungan
Mengekspresikan budaya dominant dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subculture) serta perkembangan budaya baru, meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.
4.      Hiburan
Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan sarana relaksasi, meredakan ketegangan sosial.
5.      Mobilisasi
Mengkampenyakan tujuan masyarakat dalam bidang politik, pembangunan, ekonomi, pekerjaan dan agama.



Media lama yang terdiri dari TV, radio, dan print adalah merupakan fase lama yang tidak menarik dan mulai beralih ke media baru, tetapi menurut saya, media lama pun tidak dapat ditinggalkan begitu saja, dikarenakan perkembangan teknologi juga membuat perangkat-perangkat yang digunakan semakin menarik, mis. TV LED Screen, Radio streaming, E-paper, jadi medium yang digunakan pun menyesuaikan dengan tema masa kini dan peralihan pun tidak semudah itu untuk Indonesia yang belum merata secara infrastruktur dan perekonomian. Istilah media baru, dimulai sejak munculnya era internet. Media baru adalah digitalisasi dari perkembangan teknologi dan sains, yang bersifat manual menjadi otomotis dan dari semua yang rumit menjadi ringkas dan bisa dikatakan teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi serta terhubung kedalam jaringan internet. Dennis Mcquail, menjelaskan definisi ciri media baru adalah interkonektivitas, akses thd khalayak individu, interktivitas, kegunakan beragam untuk segala karakter dan sifat yang berada dimana-mana[1]. Media baru salah satunya adalah internet. Internet merupakan sebuah jaringan komputer yang terhubung secara intensional dan beroperasi berdasarkan protocol yang disepakati bersama. Sejak adanya internet, dimulailah kehidupan diseluruh dunia dengan media sosial yang mengajak kita berkomunikasi tanpa batas, ruang dan waktu. Respon kali ini saya akan menjabarkan mengenai perkembangan media sosial di Indonesia.



Beberapa istilah yang kita kenal dalam media sosial yaitu Social Media, Social Network, SNS dan Communication Network. Secara garis besar social media dan social network menggunakan sistem yang sama yaitu media online yang terkoneksi internet dengan banyak orang tanpa batas geografis, ruang dan waktu dengan bertujuan untuk berkomunikasi berbagi sesuatu dan mengungkapkan pendapat secara online. Perbedaannya adalah terletak pada medianya. Social media adalah suatu media interaksi online yang meliputi blog, forum, aplikasi chatting sampai dengan social network (jejaring sosial), mis. Email, chatting, pesan singkat, dllnya. Social Network adalah sebuah jejaring yang memuat interaksi sosial & relasi hubungan interpersonal berupa web ataup aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi satu sama lain dengan cara saling bertukar informasi, komentar, pesan, gambar, dan video. Sedangkan SNS (Social Networking Sites) adalah lebih mengacu pada situs atau website yang digunakan, yaitu Facebook, Twitter, Path, Tumblr, Pinterest, Instagram, dsbnya. Kegiatan social media didukung oleh Communication network yaitu jaringan yang menghubungkan perangkat dua atau lebih komputer melakukan transfer data, instruksi dan informasi menggunakan jaringan nirkabel sehingga pengguna social media dapat saling terkoneksi dengan baik. Komunikasi teknologi yang telah kita gunakan selama ini adalah internet, web, e-mail, chatting, instant messaging, FTP, web folders, video conference, newsgroup, dsbnya.

Social Networking Sites adalah salah situs pendukung Computer Mediated Communication (CMC) untuk interaksi online. Teori CMC yang dikembangkan oleh Joseph B.Walther[2] adalah proses komunikasi yang bersifat virtual (maya) dengan menggunakan data teks komputer tanpa tatap muka sehingga mengurangi arti dari hubungan interpersonal. Teori ini menjelaskan proses komunikasi dimediasi komputer yang melibatkan manusia untuk pertukaran informasi dengan menggunakan jaringan internet. CMC adalah kebiasaan menggunakan Internet, seperti mengirim e-mail, chatting, menjadi anggota mailing list, browsing, googling, dan sebagainya.

Andreas Kaplan & Michael Haelein mendefinisikan bahwa media sosial adalah sebuah kelompok aplikasi menggunakan basis internet dan teknologi web.2.0 yang memungkinkan pertukarana dan penciptaan user-generated content. Ada 6 jenis media sosial yang dijelaskan oleh Kaplan & Haenlein, yaitu:[3]

· PROYEK KOLABORASI yaitu sebuah website yang mengizinkan usernya mengubah, menambah, membuang konten-konten yang berada di website, contohnya Wikipedia.

· BLOG & MICROBLOG yaitu user bebas mengekpresikan sesuatu seperti curhat/kritik terhadap kebijakan pemerintah, contohnya Twitter.

· KONTEN yaitu user dan pengguna website untuk saling share konten, mis. video, gambar, suara, contohnya You Tube.

· SITUS JEJARING SOSIAL yaitu sebuah aplikasi yang mengizinkan user saling terhubung dengan orang lain dan berisikan informasi pribadi dan dapat dilihat orang lain, contohnya Facebook.

· VIRTUAL GAME WORLD yaitu dunia virtual yang menggunakan teknologi 3D, dimana user berbentuk avatar dan berinteraksi dengna orang lain, contohnya Games Online.

· VIRTUAL SOCIAL WORLD yaitu dunia virtual yang user merasa hidup di dunia maya dan berinteraksi dengna yang lain, contohnya Second Life.

Perkembangan media sosial di Indonesia semakin berkembang pesat sejak didukung infrastruktur baik dari perangkat, jaringan internet maupun teknologi. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di tahun 2012, 63 juta masyarakat Indoensai terhubung dengan Internet dan sebanyak 95 persen aktivitas akses dunia maya adalah membuka media sosial[4]. Indonesia saat itu diramal akan menjadi pengguna media sosial paling aktif dan dari segi jumlah paling besar. Mengapa ini bisa terjadi, dikarenakan mobile internet yaitu web perangkat mobile dan harga smartphone semakin terjangkau buat semua kalangan.

Sejak diperkenalkan The Third Screen (layar ketiga) oleh Apple Corp. yaitu dengan kehadirian Iphone di tahun 2007 dan Ipad (kategori Phablet) di tahun 2010, semakin mempopulerkan istilah ini. The third screen adalah peranti yang digunakan oleh telepon selular yang memiliki perangkat komputasi portable. Phablet adalah gabungan fungsi telepon dan tablet yang merupakan telepon pintar yang memiliki ukuran lebih dari besar dari handphone yang berkisar 5 dan 8 inchi. Istilah ini merupakan bagian dari perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang infrastruktur dan jaringan komunikasi, sehingga makin meningkatkan perkembangan media sosial di tanah air Indonesia. Dari usia tua, muda, remaja dan anak setidaknya memegang salah satu alat teknologi ini untuk keseharian mereka dan menjadi barang utama dan menemani keseharian.



Kini media sosial bukan hanya platform komunikasi dan bersosialisasi, tetapi juga digunakan ranah politik dan pemerintahan,[5] yang terjadi sepanjang ranah media sosial di Indonesia sepanjang 2014, yaitu:

1. Orang Indonesia makin sosial

Terbukti jumlah pengguna facebook di Indonesia mencapai lebih dari 70 juta, Twitter mencapai 20 juta pengguna, Chatting Line mencapai 30 juta, dsbnya.

2. Apapun bisa jadi viral

Banyak hal yang unik dan kontroversial di media sosial, salah satunya adalah titip doa berbayar, unik seperti iklan mastin, dan kasus Florence sihombing yang menghina Jogjakarta hingga ke ranah hukum.

3. Makin marak petisi online

Orang Indonesia juga makin gemar membuat petisi online dengan kasus-kasus kontroversial yang bertujuan untuk menggalang massa, seperti “Revisi UU pelecehan seksual”, “Hentikan siaran TV YKS” hingga tuntutan “Pembubaran TV One”[6]. Di ranah politik pun, Facebook juga meluncurkan pelacak pemilu yaitu “Facebook Suara Indonesia” yang bertujuan memantau kepopuleran calon Presiden berdasar jumlah mention yang di posting dan posisi geografis.

4. UU ITE masih bermasalah

Adanya peraturan yang dibuat tahun 2008 dalam bentuk perarturan tentang informasi dan transaksi elektronik, dimana memungkinkan menuntut orang yang membuat mereka terpojok dan memfitnah melalui media sosial. Sehingga harus berhati-hati dalam mengeluarkan kritikan terhadapa seseorang, contoh kasus Florence Sihombing. Banyak yang merasa masih memiliki celah, membingungkan, hukuman tidak sesuai, penegak hukum juga tidak sepenuhnya memahami peraturan tsb.

5. Dari berjualan hingga kontes

Orang Indonesia juga menggunakan dalam ajang penjualan produk, selain itu juga media sosial digunakan sebagai kontes. Pada ajang Indonesia Idol, Indonesia mencari bakat, menggunakan Twitter agar pengguna memberi vote melalui Twitter, dan ajang kontes bakat lainnya.

6. Masuki ranah politik

Media sosial memiliki peranan yang sangat penting pada saat pemilihan presiden tahun 2014. Platform Facebook, You Tube, Sound-Cloud, Twitter, dsbnya digunakan sebagai alat promosi untuk berkampanye. Grup Bakrie sampai membeli Path untuk menjaring pengguna untuk memilih Abul Rizal Bakrie sebagai Presiden dan juga partai Golkar. Menurut tim data Facebook, ada sekitar 200 juta perbicangan seputar pemilu Presiden di jejaring sosial yang meliputi posting dan komentar.

7. Media sosial besar buka kantor di Indonesia

Akibat potensi pasar pengguna media sosial di Indonesia yang saat menguntungkan untuk Facebook, Twitter dan Path hingga mereka mendirikan kantor di tanah air Indonesia.

Respon saya terhadap perkembangan media sosial adalah menolak, dikarenakan penjelasan yang mengatakan bahwa orang Indonesia menjadi sosial dan suka berkomunikasi. Menurut pandangan saya tidak seperti itu, tampak yang terlihat adalah semakin jauh dan tidak dekat dan menjadi menggampangkan dan ingin mengetahui kehidupan seseorang, biasanya kita sebut dengan kata “Kepo”. Dapat kita lihat disaat keluarga sedang makan bersama di restaurant, mereka tidak saling berbicara, tetapi sibuk dengan handphone masing-masing. Disaat acara lebaran, dimana banyak anak kecil, dahulu mereka langsung mengajak main dan berkomunikasi, tetapi sekarang tidak tertarik dan sibuk dengan perangkat phablet yang disediakan oleh orang tuanya. Disaat ada yang meninggal ataupun sakit, kita mengusahakan untuk datang, tetapi saat ini yang terlihat hanyalah turut berduka cita melalui kata-kata yang dirangkai seakan-akan mereka turut berduka cita. Lainkata, bila kita juga tidak menggunakan jaringan sosial, maka kita pun akan ketinggalan dengan teknologi yang berkembang dan bisa dikatakan kurang pergaulan. Hal yang serba salah, tetapi saya merasakan media sosial perlu tetapi harusnya pemerintah mengedukasi secara tepat dan bukannya membuka semua perangkat murah agar dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonsia, padahal dampak handphone murah juga tidak baik untuk kesehatan. Hal-hal seperti inilah yang tidak dipertimbangkan secara jangka panjang oleh pemerintah tetapi hanya memikirkan keuntungan ekonomi semata.

SUMBER :






Rabu, 14 September 2016

Jurnalis dan Konvergensi Media

KAPITA SELEKTA
KAMIS,  8 September 2016 
TUGAS 2 - KELAS C 
CRISTINA MARGARETTA (9125120128) 
YOVINA SUSANTI SUHANDRI (915120035)





Kegiatan jurnalisme di era modern atau era tekonologi digital bergerak dan berkembang ke suatu bentuk jurnalisme baru yang ditunjang dengan media baru, yaitu internet. Bentuk jurnalisme ini dikenal dengan jurnalisme 2.0. Salah satu alasan Jurnalisme 2.0 hadir adalah karena para jurnalis harus siap melakukan aktivitas jurnalisme melalui berbagai saluran.
Pada mulanya perkembangan media online sempat membuat berbagai media cetak khawatir. Media-media cetak sempat mengkhawatirkan bahwa media online akan “menghabisi” media cetak karena melihat kecenderungan konsumsi media online masyarakat sekarang ini. Namun, ternyata yang terjadi adalah kebalikan dari kekhawatiran tersebut.
Media cetak kini saling berlomba membuat situs medianya. Hampir seluruh media cetak kini memiliki website atau versi online dari versi media cetaknya. Salah satu dampak positif dari dibuatnya versi online suatu media cetak tentu terbukanya lapangan kerja baru bagi masyarakat akibat adanya pembagian kerja dan deskripsi kerja (job description) yang berbeda antara kedua versi media tersebut.
Dampak positif lainnya adalah distribusi pesan atau berita yang semakin cepat. Suatu peristiwa atau kejadian bisa saja dilaporkan atau di-update langsung saat peristiwa tersebut terjadi karena semakin canggihnya teknologi saat ini. 
Selain itu, perkembangan jurnalisme online tidak hanya berhenti sampai situ. Kini media-media cetak pun tidak kalah bersaing dalam membuat serta meng-update secara cepat dan berkala akun-akun resmi jejaring sosialnya, seperti Facebook dan Twitter. Berita yang di-update melalui situs-situs jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter, terbukti mampu “menyerap” perhatian publik dalam waktu singkat. Bahkan tidak jarang pula, media-media, baik cetak maupun online, mendapatkan berita dari berbagai pembicaraan publik atau akibat reaksi publik yang terjadi di dunia maya.
Dalam perkembangan situs jejaring sosial, situs microblogging seperti Twitter adalah suatu situs yang sangat diminati oleh berbagai media. Berbeda dengan Facebook yang didesain untuk menjaring pertemanan, Twitter didesain untuk menyebarkan dan meng-update pesan-pesan singkat.
Fenomena Jurnalisme Twitter
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, potensi munculnya bad journalism(jurnalisme “nakal”) pun semakin besar. Walaupun situs microblogging, seperti Twitter memberi banyak dampak positif bagi perkembangan jurnalisme, khususnya di Indonesia, berbagai dampak negatif pun tetap tidak dapat terhindarkan. Bentuk jurnalisme baru pun kini mulai hadir. Suatu fenomena baru dalam dunia jurnalisme kini hadir dengan bentuk “Jurnalisme Twitter”.
Jurnalisme ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan jurnalisme online, hanya saja para jurnalis yang dikenal dengan Jurnalisme Twitter adalah para jurnalis yang sering kali memanfaatkan Twitter sebagai sumber berita. Lantas, bagaimana dengan keakurasian data atau berita tersebut? Walaupun berita ter-update dengan sangat cepat, keakuratan berita tetap harus menjadi yang paling penting karena menyangkut kredibilitas jurnalisme dan tentunya perusahaan media tersebut.
Bentuk negatif lainnya dari fenomena Jurnalisme Twitter ini juga hadirnya berbagai judul-judul berita yang menggantung, tidak jelas, dan sensasional. Hal-hal seperti ini pun tidak jarang terjadi pada media-media cetak yang sudah mempunyai nama besar di Indonesia. Tentunya fenomena ini menjadi semakin menarik untuk dikaji karena prinsip-prinsip dan etika-etika jurnalisme yang dahulu dipegang teguh oleh para jurnalis semakin lama semakin “luntur” akibat perkembangan teknologi yang di satu sisi memang memudahkan pendapatan sumber informasi, tapi di satu sisi juga dapat mengaburkan pemberitaan informasi.
Kecepatan dan Keakuratan Berita
Selasa, 18 Mei 2010, Indonesia sempat dikejutkan dengan berita meninggalnya pencipta lagu Bengawan Solo, Gesang. Berita ini bermula dari kicauan akun salah satu stasiun televisi yang kemudian dengan cepat menyebar di linimasa Twitter. Berita meninggalnya Gesang tentu saja sangat mengagetkan khalayak luas. Dampak pemberitaan itu pun benar-benar sangat luas. Pihak keluarga pun harus mengeluarkan pernyataan bahwa Gesang belum wafat, tapi masih menjalani perawatan intensif di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah, Solo, Jawa Tengah karena menderita gangguan lemah jantung dan saluran kemih.
Dari sana pun akhirnya mulai muncul berbagai komentar publik mengenai Jurnalisme Twitter. Komentar-komentar tersebut tentu saja bukanlah untuk memuji kepiawaian para jurnalis stasiun televisi berita tersebut melainkan menyindir dengan sangat keras. Pemberitaan yang tidak akurat yang diturunkan stasiun televisi berita itu sangat menyesatkan publik dan berdampak sangat luas. Hal ini harusnya bisa dihindari karena seharusnya seorang jurnalis tidak akan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai sesuatu yang belum pasti dan tidak sesuai fakta di lapangan.

Senin, 7 Maret 2011, akun Twitter Kompas.com mengeluarkan satu tweet yang cukup sensasional. Tweet tersebut yang merupakan judul dari artikel yang dipublikasikan di situs Kompas.com berjudul, “Maradona Hilang Tergulung Ombak di Bali”. Nama “Maradona” tentu dikenal masyarakat sebagai Maradona sang legenda sepakbola Argentina, Diego Maradona. Namun, ternyata di berita tersebut diceritakan mengenai delapan remaja asal Buleleng, Bali yang tergulung ombak saatmelukat atau membersihkan diri usai Nyepi di pantai Pangyangan. Tiga dari delapan remaja itu, Komang Maradona, Putu Juli Ardika, dan Agung Gede Krisyudiarta belum ditemukan. Jadi, “Maradona” yang dimaksud adalah salah seorang remaja Bali. Sementara itu, penjelasan mengenai “Maradona” mana yang dimaksud baru disebutkan di paragraf terakhir artikel tersebut.


Bisnis Model Baru Itu Disebut Jurnalisme
Mungkin Anda lelah dengan berbagai pemberitaan di media saat ini. Sama, saya juga sangat lelah. Saya yakin, di luar sana ada sangat banyak orang yang setuju bahwa kita sudah terlalu lelah membaca media-media kita saat ini.
Setiap pagi, saya pasti menemukan judul-judul berita sensasional di media-media online yang saya ikuti. Sering kali judul tidak mencerminkan isi berita. Lantas, mengapa media-media ini tetap “laku” di pasaran sekalipun kalau Anda lihat di komentar-komentar yang dikirimkan dari pembaca juga tidak sedikit yang marah kepada si media dengan isi berita yang: tidak penting, tidak jelas, salah (tidak akurat).
Saya hanya bisa mengatakan bahwa inilah salah satu model bisnis baru yang sangat menjanjikan: jurnalisme. Media sebagai suatu perusahaan tentunya juga bicara soal untung-rugi. Biar bagaimanapun juga, media butuh pemasukan untuk menjalankan perusahaannya. Namun, yang salah adalah ketika masalah untung-rugi inilah yang menjadi dasar  dijalankannya perusahaan. Media yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi, kini rasa-rasanya tidak lagi pantas menyandang status itu.
Mengapa media memublikasikan berita-berita sensasional dan picisan? Tentunya ini karena masyarakat juga menyukai hal-hal yang sensasional dan picisan. Dalam titik tertentu, masyarakat mungkin akan bosan dengan hal-hal semacam ini, tapi karena kita sudah terbiasa mengonsumsi berita “kacangan”, secara tidak sadar kita pun terbiasa mencerna konten-konten berita semacam ini. Bagi media, berita-berita semacam ini, yang menarik perhatian pembaca, akan membuat situs media ini diklik berkali-kali, sehingga traffic situs pun meningkat. Meningkatnya traffic situs berarti satu: akan ada lebih banyak iklan yang bisa dipasang di situs (baca: pemasukan iklan meningkat).
Jujur saja, masyarakat kita sebetulnya kurang suka membaca. Saya justru salut jika Anda masih bertahan membaca tulisan saya hingga paragraf ini. Karena menurut pengamatan saya (karena saya juga bekerja di media dan berhubungan dengan media sosial setiap hari), hampir sebagian besar update yang dipublikasikan di media sosial oleh akun-akun media di tanah air kini mendapatkan banyak komentar di media sosial (bukan di artikelnya) jika: (1) ada gambar berupa tokoh terkenal atau gambar yang mengundang “like”, (2) judul berita yang mengundang “like” atau membuat orang ingin berkomentar (terhadap judulnya), dan (3) kata-kata yang juga tidak kalah sensional yang dipublikasikan bersamaan dengan tautan artikel tersebut.
Kunci agar suatu profesi dapat diterima di masyarakat adalah kredibilitas profesi tersebut. Untuk mendapatkan itu, profesi haruslah mendapat kepercayaan masyarakat. Tentunya masyarakat tidak akan dengan mudah memberikan kepercayaan terhadap suatu profesi begitu saja. Oleh karena itu, diperlukan etika profesi bagi setiap profesi untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka tetap aman jika berhubungan dengan profesi tersebut. Saat menjadi seorang jurnalis di Indonesia maka otomatis jurnalis tersebut berada di bawah kode etik jurnalistik sebagai self-regulation para jurnalis. Etika ini mengatur sikap, tingkah laku, dan cara kerja jurnalis di tiap proses pencarian berita. Kode etik ini mengatur jurnalis saat jurnalis mencari, mengumpulkan, memverifikasi, dan memublikasikan berita.
Namun, pada akhirnya, semua ini kembali pada si jurnalis dan editor. Apakah mereka masih punya “hati” untuk menjejali masyarakat dengan berita-berita “kacangan”? Di mana fungsi pendidikan dari media? Kini rasa-rasanya sudah tidak ada lagi. Bagi masyarakat, saya pikir sudah saatnya kita lebih cerdas dalam memilah-milih informasi. Dulu, kita bisa katakan bahwa ketika kita mendapat informasi dari media, itu adalah informasi yang akurat. Kini, ketika kita berbagai informasi dari berita, kita pasti akan bertanya, “Dari media mana?”

Informasi tidak hanya didapat dari media massa seperti, koran, televisi ataupun radio. Kemajuan teknologi tersebut juga memunculkan media sosial yang digandrungi oleh banyak orang. Media sosial yang terkesan lebih fun, dan kedekatannya dengan tiap-tiap pengguna menjadi alasan utama masyarakat lebih banyak mengakses media sosial. Ada beberapa ciri dari media sosial, seperti : interaktivitas, komunitas, fun, keterkaitan, saling berbagi dan media untuk berpartisipasi.
Jurnalisme dan media sosial jelas berbeda. Jurnalisme secara singkat dijelaskan sebagai proses news gathering, news producing dan editing. Proses tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bekerja dan tahu mengenai jurnalisme. Di dalam jurnalisme juga mengedepankan verifikasi data dan kelengkapan 5W+1H di setiap pemberitaannya. Selain itu ada gatekeeper, atau mereka yang bertugas untuk menyaring setiap berita dan informasi yang sudah diliput oleh jurnalis. 
Sehingga, berita yang diberikan bukan berita omong kosong dan sudah melalui beberapa proses hingga akhirnya berita tersebut layak untuk diberitakan. Mengingat bahwa media massa adalah sumber informasi bagi masyarakat. Berita yang dibagikan ke masyarakat haruslah benar agar tidak terjadi informasi yang berbeda. 
Media sosial disebut juga participatory journalism, maksudnya ialah peran melakukan informasi yang dilakukan oleh mereka yang bukan bekerja sebagai seorang jurnalis. Jadi, bagi mereka yang tergabung di dalam suatu media sosial, contohnya saja twitter, dapat berbagi informasi kepada followersnya. Orang tersebut sudah memilihkan berita untuk dibagikan kepada orang lain. Media sosial tidak mengenal adanya gatekeeper seperti jurnalisme sehingga informasi yang diberikan bebas. 
Media sosial juga tidak melakukan proses verifikasi. Berita dan informasi yang diberikan melalui media sosial tidak sepenuhnya benar. Seperti contoh, ketika ada seseorang yang me-tweet mengenai harga BBM naik di seluruh Indonesia menjadi Rp 10.000. Belum tentu informasi tersebut benar adanya. Hal itu menjadi benar dan layak diberitakan ketika sudah ada sebuah berita di media massa dan ada proses verifikasi di dalam prosesnya. Media sosial tidak sepenuhnya salah.
Akan lebih baik jika media sosial digunakan untuk membagikan berita yang didapat melalui media online. Ketika media sosial membagikan beritanya melalui media sosial, maka masyarakat akan lebih cepat mengakses dan mengetahui berita tersebut, karena peran media sosial yang sangat dekat dengan masyarakat.  Seperti contohnya, saya yang memang lebih sering mendapatkan informasi melalui media sosial ketimbang media online, karena saya lebih sering mengakses media sosial, seperti facebook dan twitter.
Tidak hanya informasi mengenai kabar teman-teman saja yang saya dapat melalui media sosial, tetapi juga berita yang dibagikan melalui akun media sosial. Kecenderungan masyarakat yang lebih menggunakan media sosial ini kemudian digunakan oleh pihak media online untuk membagikan beritanya. Mereka kemudian membuat akun media sosial, dan disana mereka akan membagi berita. Pengguna media sosial yang mengikuti akun mereka, akan secara langsung mendapatkan berita tersebut.



 Konvergensi Media


Apa itu konvergensi??, Briggs dan Bourke (2002: 267), seperti dikutip Dwyer di Media Convergence: Issues in Cultural and Media Studies (2010, bab 1), mengatakan bahwa istilah “konvergensi” diaplikasikan pada perkembangan teknologi digital yang paling sering terjadi, yaitu integrasi teks, angka, gambar, dan suara—atau digitalisasi. Walaupun begitu, itu hanyalah ‘secuil’ dari perubahan di media saat ini.
Satu perkembangan teknologi yang dilihat benar-benar mengubah bagaimana konten diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi adalah Internet. Namun ini tidak untuk disalahkaprahkan, karena konvergensi media bukanlah persoalan internetisasi dan digitalisasi saja, melainkan ada implikasi pada newsroom, pada bagaimana konsumen mengkonsumsi konten (dan memproduksinya), dan pada media lama yang dikatakan terancam 'punah'. Seperti bisa dilihat saat ini, berbagai media konvensional, terutama surat kabar dan televisi, sudah menggunakan teknologi Internet sebagai ‘perpanjangan’ dari apa yang mereka sudah miliki.
Terlihat simpel, tapi bila ditelaah, Internet sebenarnya merupakan ‘entitas’ yang berbeda—ia bisa melakukan apa yang media konvensional lakukan, sekaligus menjadi platform bagi individu berkomunikasi antar satu sama lain. Seperti diungkapkan Dwyer (2010), Internet merupakan medium point-to-point tapi juga sekaligus point-to-multipoint (mass).
Segala konten yang tersebar di Internet, baik itu video-video di Youtube, blog, profil Facebook, musik di MySpace, online game, hingga VoIP, mengubah bagaimana media diciptakan, disebar, dan dinikmati. Untuk mengerti ini, Dailey, Demo, dan Spillman (2005) menjabarkan 5 aktivitas konvergensi news organizations, yaitu: cross-promotion, cloning, “coopetition,” content sharing, dan full convergence. Yang pertama adalah yang paling sederhana—memberikan awareness akan mitra masing-masing.
Yang kedua adalah menjiplak konten dari media lain. Yang ketiga merupakan usaha media untuk saling bekerjasama namun juga berkompetisi. Yang keempat adalah saling membagikan paket konten dan kadang anggaran. Dan yang terakhir, full convergence, media saling berbagi dalam mencari dan menyebarkan berita, dengan tujuan mengoptimalisasi kelebihan masing-masing media untuk menyampaikan berita.
Dalam organisasi berita, bentuk konvergensi di lapangan bisa bervariasi dan pada bermacam-macam tingkat. Ada yang hanya menaruh link, ada juga yang sampai tahap di mana jurnalis surat kabar tampil on-air di televisi—sebaliknya, staf di TV juga menyumbangkan berita pada surat kabar. Hal ini memberikan akibatnya tersendiri. Jurnalis dituntut untuk bisa multitasking serta memiliki banyak kemampuan berkaitan dengannews-gathering.
Bila dulu jurnalis hanya tinggal membawa notes dan pulpen, sekarang ada istilah “backpack journalism”, di mana satu jurnalis juga membawa kamera dan peralatan lainnya karena dituntut untuk bisa mendapatkan berita yang bisa diaplikasikan pada beragam platform.
Pada tahun 1990, Bill Gates pernah meramalkan, 10 tahun lagi (tahun 2000) suratkabar cetak akan mati digantikan oleh teknologi suratkabar baru yang berbasis teks elektronik. Setelah sepuluh tahun berselang, pendiri Microsoft tersebut, merevisi prediksinya, yakni sekitar 50 tahun lagi ke depan, ramalannya baru akan terwujud. Prediksi yang dikemukakan Gates memang tidak terbukti tepat waktu, namun terlepas dari perdebatan apakah benar saat ini suratkabar elektronik akan mematikan suratkabar cetak, sekadar menggantikan, atau bahkan menyempurnakannya, teknologi selalu menjadi bagian terpenting dari perkembangan suatu jenis media massa.
Kenyataan tersebut sejalan dengan teori konvergensi media yang menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk media massa terus terjadi sejak awal penemuannya. Setiap model media terbaru cenderung menjadi perpanjangan atau evolusi dari model-model pendahulunya. Hukum teknologi berkembang berdasarkan deret ukur, melampaui deret hitung. Jika media konvensional tidak melakukan penyesuaian, akan tertinggal jauh. Demikianlah sifat perubahan dan penetrasi teknologi komunikasi terhadap media massa.


SUMBER :



https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http%3A%2F%2F1.bp.blogspot.com%2F--ybJmnzhqy8%2FVIatPkA7VSI%2FAAAAAAAAILM%2F7GLDEFTj_qo%2Fs1600%2FJurnalisme%252BMedia%252BSosial.jpg&imgrefurl=http%3A%2F%2Fwww.romelteamedia.com%2F2014%2F12%2Fjurnalistik-media-sosial-update.html&docid=WecZuKe44V4HuM&tbnid=KkqPc6Gnfvl7ZM%3A&w=700&h=387&bih=530&biw=1093&ved=0ahUKEwjGpo_Qg4_PAhUQ-2MKHR6JBtUQMwghKAUwBQ&iact=mrc&uact=8